Jumat, 18 Maret 2011

PARENTING

Anak itu persis tanaman hias, dia selalu tumbuh. Namun bagaimana dia tumbuh, tergantung pemiliknya (dalam hal ini orangtuanya). Dia dibentuk, diarahkan, disirami dan dipupuk. Dalam kehidupan si anak, proses membentuk dan mengarahkannya ini yang amat sangat berperan. Bisa jadi dengan melihat wujud si anak tersebut, kita sekaligus bercermin bahwa itulah diri kita kecil.

Anak, mulanya hanya punya dua bekal penting dalam hidupnya, ketidaktahuan dan keingintahuan. Sering benar kita dengar cerita ajaib, anak si fulan memasukkan tangan ke jeruji kipas angin atau roda sepeda, bocah tetangga minum air sabun, keponakan teman teriris pisau. Dan yakin lah, tidak ada anak yang dengan kesadaran penuh ingin terluka. Mereka begitu karena tidak tahu kalau benda-benda disekitar kita ada yang berbahaya. Sebab kedua, mereka ingin tahu. Karena memang ingin tahu itu sikap dasar manusia. Kita bisa berbudaya sedemikian hebat juga karena selalu ingin tahu, benar...

Kalau kita masuk gedung besar, kita mungkin tidak tertarik dengan deretan pintu. Tapi jika ada sebuah pintu dengan jendela kaca kecil yang ditulisi: Dilarang Masuk! Apa tindakan kita, ngintip! Kalau di taman kota ada sebuah kursi bertuliskan: Awas Cat Masih Basah! Tindakan kita ketika melewatinya biasanya dibarengi nyolek, bener basah gak nih? Otak tuh memang kalau dilarang malah dikerjain koq. Kata orang Jawa, Dipenging koyo diakon, diakon koyo dipenging. Tidak percaya? Coba baca kalimat ini: ‘Tolong,... Tolong JANGAN bayangkan buah DURIAN yang ranum’. Walau dilarang, apa yang ada di otak kita: Bayangan Buah Durian!

Dan sebenarnya ini dia cara mendidik anak agar permata-permata hati kita belajar tentang hidup. Lebih penting lagi, ini cara kita mendidik diri membesarkan para permata hati itu.

Jadi jangan halangi keingintahuan anak! Maksudnya, hindari sebanyak mungkin kata ‘Jangan’. Sekalipun diiringi kecemasan kita sebagai ortu. Jangan main air, nanti masuk angin. Jangan mainan tanah, kotor lho. Jangan naik-naik, kalau jatuh bagaimana?

Lalu bagaimana tanggung jawab kita akan keselamatannya? Nah ini dia... Pelarangan selalu berhubungan dengan satu atau lebih hal-hal berikut: Kita tidak ingin permata-permata hati kita celaka, kita tidak ingin moral mereka tidak baik, kita tidak ingin ada orang yang dirugikan ulah tingkah anak-anak kita. Atau sebenarnya adalah kita ingin kita aman, nyaman,tentram, tidak ingin direpotkan anak. Ya ‘kan?

Kita mulai dari alasan pertama: Kita tidak ingin anak kita sakit atau celaka.

‘Jangan main air, nanti masuk angin’. ‘Jangan mainan kabel, ntar kesetrum’. Kalimat ini salah satu contoh dari bejibun larangan. Kita kadang lupa jika tubuh kita dan anak-anak kita dibekali system kekebalan tubuh yang harus terasah untuk membuatnya kuat. Dan yang lebih penting, kelak anak kita akan tumbuh besar dan dewasa, dia akan berhadapan dengan begitu banyak ‘bahaya’. Mulai dari kekerasan lingkungan, alam, teman-teman, bahkan diri sendiri. Mau tidak mau mereka akan menghadapi itu semua. Dan, mendidik mereka untuk menjadi berani adalah dengan mengenalkannya sejak dini! Untuk contoh bermain air, ada baiknya biarkan saja mereka bermain air, toh setelah mereka puas dan selesai bermain, kita bisa memandikannya dengan air hangat, atau kita bisa memintanya menyudahi jika memang sudah terlalu lama. Bahkan untuk mengajarkan bahaya listrik, ada benarnya juga mereka mengenal apa itu listrik dengan membiarkan mereka bermain raket-nyamuk. Toh aliran listrik dari alat itu tidak mematikan namun efek bikin-kapoknya benar-benar jitu. Jika kelak kita ingatkan: Awas kesetrum, dijamin bayangan kena raket-nyamuk yang berlipat ganda membuat mereka tahu apa itu kesetrum!

Pada intinya, karena itu semua bagian dari kehidupan, biarkan mereka disitu. Yang penting, Pengawasan! Pendampingan! Pengarahan! Jangan karena kita ingin ‘tak direpotkan’ kita melarang mereka.

Kita lanjutkan dengan alasan kedua: Kita tidak ingin moral mereka tidak baik.

Alasan ini, mungkin lebih ke arah spiritual. Kita tahu bahwa perkembangan jaman mengharuskan anak-anak bersinggungan dengan dunia internet, kita juga maklum jika anak-anak ingin mempunyai genk-bermain, sementara kita tahu mungkin ada satu dua teman mereka yang menurut kita ‘tidak baik’. Kita tidak mungkin melarang mereka dari pengaruh itu jika kita tidak ingin mendapati anak-anak kita kuper, dijauhi teman, berwawasan sempit dan lain sebagainya. Jadi, untuk alasan kedua ini pendidikan spiritual amat sangat penting dibarengi tauladan dari diri kita sendiri sebagai orangtua.

Maksudnya, daripada bilang. ‘Jangan buka situs Malam-Pertama lho’. Ingat cerita di atas: Semakin dilarang, godaan untuk mengetahuinya semakin besar. Jadi, akan lebih mengena kalau kita bilang, ‘Mas (atau mbak atau apa deh cara kita memanggil anak kita), Sayang...di internet ada banyak yang berguna, tapi juga banyak yang belum pantas kamu lihat. Kamu ‘kan sudah tahu mana yang baik, mana yang tidak baik. Mama/Papa percaya kamu tahu. Jadi dipilih ya.sayang...’ Tapi yang begini ini juga harus disertai kebiasaan orang tua dan ya tadi itu: Pendidikan spiritual! Sama sekali tidak kena kalau kita bilang, ‘Jangan buka video Ariel-Luna, dosa tuh’ Padahal kita sendiri penasaran juga, tidak efektif juga melarang anak kita berteman dengan si preman A atau si usil B. Dengan kebiasaan dan bimbingan kita, mereka akan malas juga bergaul dengan lingkungan yang bagi mereka aneh.

Kemudian alasan ketiga: Kita tidak ingin ada orang-orang yang dirugikan dengan tingkah anak kita.

Sebenarnya, kalau mau jujur. Tidaklah mungkin membahas pendampingan anak hanya melalui beberapa lembar teori. Diperlukan sedemikian banyak pendekatan, berbagi pengalaman, karakteristik anak dan macam-macam disiplin ilmu. Maka, apa yang disampaikan disini hanya sebagian dari sharing ilmu. Kita masing-masing ingin anak kita kreatif tapi tidak usil (dalam persepsi ortu), sementara acara bertengkar, olok-olokan, bahkan berkelahi adalah bagian penempaan diri. Tidak bijaksana kalau sebagai orang tua kita selalu turut campur dalam dunia mereka yang begitu polos, spontan dan tanpa basa basi. Yang penting lagi, usai acara olok-olokan tadi, kita damping mereka untuk mengenal sebab masalah, mencari solusi, bagaimana sebaiknya bersikap, menyikapi jika terlontar kata-kata sinetron yang tidak pantas.

Sekali lagi. Pendampingan, pengawasan, pengarahan amat berperan. Ditambah lagi, contoh dari kita sebagai sumber inspirasi utama para permata hati kita itu. Mereka adalah peniru ulung. Jadi sikap bijak kitalah yang mereka perlukan.

Namun, tulisan ini juga tak hendak menjadikan para orangtua sebagai gembala pasif. Ada kalanya kita memang harus melarang, memberi peringatan, bahkan memberi sanksi untuk keadaan-keadaan khusus. Tentunya akan lebih bijak kalau kita sudah memberikan ‘rule’ terlebih dahulu. Dan ajak mereka untuk membuat sanksi kalau mereka melanggar aturan yang telah disepakati. Jadi mereka akan belajar untuk bertanggungjawab.Yang penting melarangnya tidak dengan kekerasan, tidak juga dengan menggunakan kata-kata negatif : ‘jangan nakal!’ karena itu seakan masuk ke alam bawah sadarnya, bahwa dia itu anak nakal. Sebaiknya dihindari juga adalah menakut-nakuti, mungkin hanya mitos, itu sama sekali tidak mendidik. Kita tidak ingin mereka menjadi penakut, biarkan mereka dengan keberaniannya yang alami, Jangan pernah ‘me-label-i’ mereka dengan kata-kata yang akan mereka bawa sampai mereka dewasa... Kita harus yakin tidak ada anak nakal, tidak ada anak badung, tidak ada anak jelek... Mereka adalah anak-anak kreatif yang sedang belajar mencari jati diri.. perkenalkan mereka dengan jati diri yang memberdayakan mereka, gunakan istilah dan kata-kata positif, karena itulah yang akan mengantarkan mereka menjadi pribadi-pribadi yang hebat, kreatif, penuh inovatif, cerdas dan bijak.

Terakhir, kalau untuk kita para orangtua, sebenarnya ada banyak jangan: Jangan bosan-bosan mengawasi, jangan memilih untuk menghindari direpotkan dan jangan berhenti menjadi orang tua yang baik.. atau mari kita gunakan kata-kata positif untuk kita para orangtua yang sedang belajar juga, untuk dengan senang hati selalu mendampingi, mengawasi dan mengarahkan serta mengantarkan permata-permata hati kita dalam perjalanan hidupnya agar kelak menjadi pribadi-pribadi yang hebat..

Yah, tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan pandangan dalam mendidik anak. Karena sebenarnya mendidik anak adalah suatu seni. Keluwesan dan kebijakan sangat diperlukan dalam seni mendidik anak, untuk dapat mencapai hasil yang optimal,yang kita harapkan. Segala sesuatunya bisa diambil hikmahnya, ditutup kekurangannya dan diperbaiki kekeliruannya. Tidak ada yang sempurna di dunia ini, karena ketidaksempurnaan itulah letak indahnya dunia...Hanya Alloh yang Maha Sempurna, semoga kita bisa ambil manfaat dari ketidaksempurnaan yang telah Dia ciptakan untuk kita umatNya...

thanks to my lovely brother